PENEGAKAN HUKUM DI KESAMPINGKAN KARENA ADANYA
INTERVENSI POLITIK DAN EKONOMI DI DALAM SALAH SATU CONTOH KASUS DI INDONESIA
A.
Latar Belakang
Di dalam suatu masyarakat yang oleh Mac Iver (The Web of Government, 1954)
digambarkan sebagai Barang laba-laba (web), terdapat berbagai kaidah yang
mengatur hubungan antar individu yang bertujuan untuk tercapainya kedamaian,
ketertiban, dan kesejahteraan. Seperti diketahui, terdapat berbagai ragam
kepentingan yang melekat kepada masing-masing individu tersebut yang bersifat
sejajar (Hama), berlainan, atau berlawanan dalam usahanya memenuhi apa
yang disebut sebagai kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekundernya. Dan agar
dalam memenuhi kebutuhan tersebut tidak terjadi ekses-ekses dalam masyarakat
akibat adanya benturan-benturan, terutama antara kepentingan-kepentingan yang
saling berlawanan, diperlukan
adanya kaidah-kaidah tersebut di atas agar segala sesuatunya berjalan tertib
dan teratur.
Dalam hubungan pergaulan antar manusia, manusia itu memperoleh
pengalaman-pengalaman dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Pengalaman-pengalaman ini rnenciptakan nilai-nilai, baik yang bersifat positif
maupun negatif, yang lalu menjadi suatu patokan bagi mereka tentang apa yang
baik yang harus diikuti, dan apa yang dianggap buruk yang harus dihindari.
Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya, yang merupakan
kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
terhadap manusia, benda, maupun keadaankeadaan. Sikap-sikap manusia kemudian
membentuk kaidah-kaidah karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan
pantas. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya menurut manusia adalah
berbeda-beda; oleh karena itu diperlukan patokan-patokan yang berupa
kaidah-kaidah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kaidah merupakan
patokan - patokan atau
pedoman-pedoman perihal tingkah laku atau pen kelakuan yang diharapkan
(Soerjono Soekanto, 1980:67).
Kaidah-kaidah ataupun tatanan-tatanan yang mengatur pergaulan hidup manusia
itu bermacam-macam. Mochtar Kusumaatmadja 0 980) menyebutkan tiga macam, yaitu.
kaidah Hukum, Kesusilaan, dan Kesopanan. Satjipto Rahardjo (1982:15)
mengemukakan tiga macam pula, tetapi agak berlainan, yaitu kaidah Kebiasaan,
Hukum, dan Kesusilaan, sedangkan Soerjono Soekanto (1980:67, 68) menyebutkan
kaidah-kaidah Kepercayaan, Kesusilaan, Kesopan.an, dan Hukum sebagai
kaidah-kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia.
Menurut Satjipto Rahardjo (dengan mengutip pendapat Radbruch 1961),
terdapatnya sifat yang berlainan pada kaidah-kaidah atau tatanan-tatanan itu
disebabkan oleh adanya norma-norma yang tidak sama yang mendukung masing-masing
tatanan. Perbedaannya dapat dilihat pada tegangan antara ideal dan kenyataan
(1982:14).
B. Kasus Posisi
Berdasarkan latar belakang di
atas, penulis berusaha mendeskripsikan fenomena – fenomena hukum yang terjadi
di masyarakat, dan dalam hal ini proses penyelesaian hukum dikesampingkan oleh
intervensi politik dan ekonomi.
Dalam pendeskripsian fenomena
kasus ini penulis tidak akan menjelaskan tentang di mana tempat kejadian
berlangsug karena keterbatasan kode etik.
Baik langsung saja penulis
akan mendeskripsikan kasus yang terjadi yaitu mengenai kasus tindak pidana
pemerkosaan dan pembunuhan (perbarengan tindak pidana), seorang perempuan yang
berusia sekitar 24 tahun diperkosa oleh seoarang supir angkot dan di gilir
secara bergantian oleh teman – teman supir tersebut yang berjumlah 8 orang,
setelah terpuasi napsu bejatnya para pelaku tega menghabisi nyawa korban dengan
cara membunuh dan membuangnya ke sungai. Pihak keluarga korban melaporkan kasus
tersebut ke pihak yang berwajib setempat berdasarkan tempus dan locus delicti terjadinya kasus tersebut, yang lebih mirisnya
lagi penegak hukum berusaha tutup mata dan tutup telinga atas laporan kejadian
tersebut dengan alasan bahwa kasus tersebut kewenangan pihak yang bewajib di
tingkat kabupaten kota untuk menidak lanjuti tetapi pihak berwajib tingkat
kecamatan (sektor) tidak melimpahkan kasus tersebut ke yang lebih tinggi
kewenangannya dengan alasan tidak ada akomodasi untuk ke melimpahkan ke pihak
yang berwajib tingkat (kabupaten kota) setempat, ternyata ada intervensi baik
politik maupun ekonomi yang dilakukan oleh pihak pelaku, karena menilai kasus
tersebut terjadi di desa dan jauh dari keramaian Kota sehingga sulit untuk di
expose ke media, disinilah telah terjadi ke carut marutan penegakan hukum di
Negara kita dengan adanya intervensi politik dan ekonomi.
C. Penyelesaian
Kasus
Sebelum penulis
menganalisa kasus tersebut berdasarkan fakta – fakta hukum yang terjadi,
penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai intervensi politik dan
ekonomi sehingga dalam proses penyelesaian kasus ini hukum yang harus nya dapat
menyelesaikan dengan baik sesuai tujuan dasar dan hakekat hukum, malah hukum di
kesampingkan dalam kasus ini.
Oleh karena
hukum adalah suatu produk hubungan – hubungan dan perimbangan – perimbangan
kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia
ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan – hubungan dan perimbangan –
perimbangan tersebut. Sebagaimana telah dipeprlihatkan di atas nampaknya
mustahil untuk menentukan dengan suatu kepastian hubungan sebab akibat antara
setap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu dan lain karena
sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan, terkadang
seayun selangkah menjurus kea rah yang sama, tetapi sering pula mengarahkan
pengaruhnya kejurusan yang berawanan.
Jadi dengan demikian sulit sekali, kalau tak mau disebut mustahil untuk
menelusuri dan menetapkan sumbangsih yang tepat setiap unsur yang berperan
dalam perkembangan hukum ini. Namun betapa pun juga tidak tertutup kemungkinan
untuk membedakan beberapa faktor, yang benar – benar berperan dalam penciptaan
dan perkembangan hukum.
Faktor – faktor
tersebut tampil kepermukaan dalam beraneka ragam sifat dan bentuk. Dengan
demikian kita perlu membatasi diri untuk mengulas beberapa di antara mereka
yang nampaknya termasuk yang paling penting, yakni faktor – faktor politik,
ekonomi, religi – ideologis dan kultur budaya
1. Faktor
– faktor Politik
Kenyataan yang terjadi bahwa tidak mungkin kita jumpai
hukum tanpa adanya suatu bentuk penguasa, merupakan faktor politik pertama dan
utama. Marilah kita ilustrasikan. Di dalam masyarakat – masyarakat yang sudah
maju maka penguasa Negara, pada hakikatnya merupakan salah satu penulis
terpenting tentang hukum. Ketiga kekuasaan Negara kekuasaan – kekuasaan
legislative, eksekutif, dan yudikatif selain itu, nampaknya bertumpang tindih
dengan ketiiga cara yang menjadi dasar ketertiban hukum itu berfungsi melalui
pembentukan aturan – aturan pembuat undang – undang mengeluarkan aturan –
aturan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum, melalui cara – cara
mempertahankan dan menegakan aturan – aturan ini kekuasaan pelaksana yang
menentukan modalitas pelaksanaan aturan tersebut di dalam ruang lingkup dan
daya jangkau yang telah ditetapkan oleh pembat undang – undang dan melalui
penyelesaian perselisihan – perselisihan kekuasaan kehakiman ini menentukan
makna yang terkandung di dalam aturan tersebut untuk ditafsirkan, mengisi dan
melengkapi kekosongan di dalam hukum dan sterusnya.
Dengan demikian kita dapat pula mengatakan bahwa oleh
karena Negara adalah ekspresi atau paling tidak merupakan forum kekuatan –
kekuatan politik yang ada di dalam masyarakat, maka hukum adalah hasil sebagian
pembentukan keputusan yang di ambil dengan cara yang tidak langsung oleh
penguasa.
2. Faktor
– faktor Ekonomi
Marx dan Engels berpendapat bahwa faktor – faktor
ekonomis mempunyai pengaruh absolut atas perkembangan kemasyarakatan.
Masyarakat pada hakikatnya berbasiskan perimbangan – pertimbangan dan hubungan
– hubungan proses produksi dan semua pengenjawantahan keasadaran
kemasyarakatan, seperti struktur politik, hukum, moral, agama, seni dan begitu
banya lagi hanya merupakan bangunan atas (bovenbous), yang ditentukan oleh
basis tersebut.
Ruang lingkup yang di dalamnya penguasaan barang –
barang memainkan peranan penting pada hubungan dan perimbanan kekuasaan yang
mengendalikan pergaulan hidup, merupakan pembagian kekuasaan ekonomi, yang pada
hakikatnya adalah akibat struktur pemilikan barang – barang yang menguasai
masyarakat, suatu faktor politik penting yang mempunyai atas perkembangan
hukum. Namun hukum dapat pula mempunyai kekuatan menghilangkan perwalian jika
kelompok – kelompok masyarkat yang kurang bernasib baik di dalam situasi
ekonomi terebut melalui kekuatan politik dapat memanfaatkannya untuk
memperbaiki keterpurukannya mereka.
Jadi, disini kita jumpai suatu ikatan yang tidak dapat
dibantah lagi antara kekuatan- kekuatan politik dan ekonomi, dalam makna inilah
maka ekonomi merupakan faktor penting dalam mempengaruhi penegakan hukum.
Berdasarkan pemaparan landasan teori terkait dengan
substansi yang terdapat dalam kasus di atas, analisa penulis bahwa sebaiknya
dan seharusnya hukum itu harus ditegakan seadil mungkin sebagai mana yang
tertuang dalam tujuan hukum secara filosofi, mengutip pendapat dari Hans Kelsen
tentang teori nya yang di namakan Teori Hukum Murni, secara singkatnya
menjelaskan bahwa hukum itu tidak boleh tercamur oleh anasir – anasir di luar
hukum seperti halnya politik dan ekonomi.
Hal ini harus diselesaikan melalui proses hukum dengan
cara melaporkan kasus tersebut ke tingkat Polda agar oknum yang tidak
menjalankan tugas dengan sebagai mana mestinya dapat di proses berdasarkan kode
etik institusinya, di lain hal bahwa faktor politik dan ekonomi harus di
kesampingkan jauh – jauh dari penyelesaian kasus ini, agar hasil penyelesaian
kasus tersebut menghasilkan kemanfaata, keadilan dan kepastian hukum di dalam
proses penegakan hukum, khususnya di dalam penyelasaian kasus ini dan umumnya
di proses penegakan hukum di Indonesia.