Senin, 24 Maret 2014

Perbandingan Hukum Pidana

Tujuan Pemidanaan Dalam Perspektif Perbandingan Hukum

Tujuan Pemidanaan
Dalam Konsep 2005-2006, tujuan pemidanaan dirumuskan dalam Pasal 54 sebagai berikut :
Pemidanaan bertujuan:
mencegah dilakukannya  tindak  pidana  dengan menegak_kan norma hukum demi pengayoman masyarakat; 
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;
menyelesaikan konflik yang  ditimbulkan  oleh tindak pidana, memulihkan keseim-bangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
membebaskan rasa bersalah pada terpidana; dan

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendah_kan martabat manu-sia.

Perumusan tujuan pemidanaan dalam Konsep di atas, masih sering diper-masalahkan. Yang dipermasalahkan tidak hanya perlu tidaknya tujuan pemida-naan itu dirumuskan di dalam RKUHP, tetapi juga perumusan isi/muatannya. Mengenai perlu tidaknya hal itu dirumuskan, dari berbagai diskusi/seminar nampak ada kecenderungan untuk dapat menerima atau dapat memaklumi hal itu dirumuskan dalam RKUHP, berdasarkan latar belakang pemikiran sebagai-mana dikemukakan di atas. Terlebih di berbagai KUHP asingpun, tujuan pidana itupun dirumuskan, bahkan ada yang juga merumuskan tujuan hukum pidana (KUHP). Mengenai isi/substansi perumusannya, memang masih selalu terbuka untuk dikaji ulang.
Sebagai bahan kajian komparasi, dapat dikemukakan berbagai perumus-an tujuan pidana/hukum pidana di berbagai negara, antara lain :
ARMENIA
Membedakan antara “tujuan hukum pidana/KUHP” (The objectives of the Criminal Code) dengan “tujuan pidana” (The purpose of punishment). 
Tujuan “criminal code” (Psl. 2): melindungi hak-hak dan kebebasan manu-sia dan penduduk, hak-hak badan hukum, harta kekayaan, lingkungan, tatanan/ketertiban dan keamanan publik, tatanan konstitusi dari pelang-garan/gangguan jahat dan juga untuk mencegah kejahatan 
(The objectives of the Criminal Code are as follows: to protect from criminal encroachment human and citizens’ rights and freedoms, the rights of legal entities, property, the environment, public order and security, constitutional order, as well as to prevent crime).

Tujuan “punishment” dirumuskan dalam Bab 9 Pasal 48 ayat 2: ”The purpose of punishment is applied to restore social justice, to correct the punished person, and to prevent crimes”. Jadi, tujuannya adalah untuk :
memperbaiki/memulihkan kembali keadilan sosial (to restore social justice);
memperbaiki terpidana (to correct the punished person);
mencegah kejahatan (to prevent crimes).

Di samping itu di dalam Pasal 11 yang berjudul “Humanitarian principle” (Asas Kemanusiaan/Humanistik), ada penegasan pada ayat 2 nya tentang hakikat pemidanaan, yaitu: Tidak seorangpun dapat dikenakan pidana dan tindakan yang bersifat penyiksaan, kejam, tidak manusiawi, atau yang menghina/mempermalukan (No one shall be subjected to torture or cruel, inhuman or humiliating treatment or punishment). 

BELLARUS
Dibedakan antara ”tujuan KUHP/hukum pidana” (Purposes of the Criminal Code), dengan ”tujuan pidana” (Purposes of Punishment). 
Menurut Pasal 1, KUHP (Hukum Pidana) bertujuan untuk : 
melindungi kehidupan/nyawa, kesehatan, hak dan kebebasan manusia; masyarakat, kepentingan negara dan publik; harta milik, lingkungan, dan hukum yang ada (protecting the life and health of the human being, his rights and freedoms, the constitutional society, state and public interests, property, the environment and the established law against criminal encroach-ments). 
pencegahan kejahatan dan mendidik ketaatan/kesadaran hukum warga masyarakat (promote the prevention of criminal encroachments and contribute to the education of citizens in the spirit of observance of the laws). 
Tujuan Pidana (Pasal 20) : 
Pidana tidak hanya semata-mata merupakan penghukuman untuk tin-dak pidana yang dilakukan, tetapi juga bertujuan untuk memperbaiki dan mendidik si terhukum; dan mencegah diulanginya lagi kejahatan oleh si pelaku (prevensi special) dan orang lain (prevensi general).
Pidana tidak ditujukan untuk menyebabkan penderitaan fisik dan merendahkan martabat kemanusiaan.
[Punishment shall not only be a punishment for the committed crime but also shall be aimed at correcting and educating the convicts in the spirit of the exact administration of laws as well as at preventing the committing of new crimes both by convicts and by other persons. 
Punishment shall not be aimed at causing physical suffering and humiliating human dignity]. 

BULGARIA
Tujuan Pidana dirumuskan dalam Pasal 36 sbb. :
Pidana dikenakan untuk tujuan :
memperbaiki dan mendidik kembali terpidana untuk mematuhi UU dan peraturan/kebiasaan dari masyarakat sosialis; (correcting and re-educating the convict to comply to the laws and rules of socialist community); 
peringatan keras kepadanya dan mencabut kemungkinan dia untuk melakukan kejahatan lainnya (exerting warning impact on him and depriving him of the possibility to commit other crimes); dan 
menimbulkan pengaruh mendidik dan memperingatkan kepada ang-gota masyarakat lainnya (producing an educative and warning effect on the other members of society);

Pidana tidak boleh bertujuan untuk menyebabkan penderitaan fisik atau menghancurkan martabat manusia (The punishment may not have as purpose the causing of physical suffering or crushing of human dignity).

LATVIA 
Tujuan pidana (The objective of sentence) dirumuskan dalam Pasal 35 (2), yaitu :
untuk menghukum si pelaku tindak pidana (to punish the offender for a com-mitted criminal offence); 
agar terpidana dan orang lain mematuhi hukum dan menahan diri dari melakukan tindak pidana (as to achieve that the convicted person or other persons comply with the law and refrain from committing criminal offences).

MACEDONIA 
Tujuan pidana dirumuskan dalam Pasal 32 (The aim of punishment) yang me-nyatakan :
“Di samping merupakan perwujuan keadilan (the realization of justice), tujuan pidana adalah :
mencegah pelaku melakukan kejahatan dan memperbaikinya (to prevent the offender from committing crimes and his correction); 
pengaruh mendidik terhadap orang lain agar tidak melakukan kejahatan (educational influence upon others, as not to perform crimes)”.

ROMANIA 
Psl. 52 :
Penalty is a measure of constraint and a means of re-educating the convict. The purpose of the penalty consists in prevention of other crimes' perpetration. 
The purpose of the penalty's execution is to develop an appropriate attitude towards labour, towards rule of law and towards rules of social cohabitation. The penalty's execution must neither cause physical harm nor humiliate the convicted person.

Pidana merupakan “tindakan paksaan” (measure of constraint) dan “sarana mendidik kembali terpidana” (a means of reeducating the convict). 
Tujuan pidana untuk mencegah dilakukannya kejahatan lain  (prevention of other crimes’ perpetration); 
Tujuan pelaksanaan/eksekusi pidana : untuk membangun sikap yg patut terhadap kerja, aturan perundang-undangan, dan  aturan hidup bersama/ bermasyarakat (to develop an appropriate attitude towards labour, towards rule of law and towards rules of social cohabitation); 
Pelaksanaan/eksekusi pidana harus tidak menyebabkan penderitaan fisik maupun menghina/mempermalukan terpidana (must neither cause physical harm nor humiliate the convicted person).

YUGOSLAVIA 
Tujuan pidana (Psl. 33 - The purpose of punishment) :
mencegah pembuat melakukan tindak pidana dan untuk rehabilitasi (pre-venting the offender from committing criminal acts and his rehabilitation); 
pengaruh perbaikan terhadap orang lain untuk tidak melakukan tindak pidana (rehabilitative influence on others not to commit criminal acts); 
memperkuat jaringan/ahlak moral dari masyarakat sosialis dan memba-ngun tanggung jawab sosial serta disiplin warga negara (strengthening the moral fibre of a socialist self-managing society and influence on the development of citizens' social responsibility and discipline).
Dari berbagai bahan komparasi di atas, menarik untuk diperhatikan ada-nya perumusan tujuan pidana/hukum pidana yang tidak dirumuskan secara eksplisit di dalam Konsep, yaitu :
memperkuat jaringan/ahlak moral dari masyarakat sosialis (the moral fibre of a socialist society) dan membangun tanggung jawab sosial (social responsibility)- Psl. 33 KUHP Yugoslavia; 
melindungi tatanan/ketertiban masyarakat dan  tatanan konstitusi (public and constitutional order) - Psl. 2 KUHP Armenia;
memperbaiki/memulihkan kembali keadilan sosial (to restore social justice; Psl. 48:2 KUHP Armenia);
mendidik ketaatan/kesadaran hukum warga masyarakat (the education of citizens in the spirit of observance of the laws) - Psl. 1 KUHP Bellarus; 
memperbaiki dan mendidik kembali terpidana untuk mematuhi UU dan per-aturan/kebiasaan dari masyarakat sosialis (the laws and rules of socialist commu-nity) - Psl. 36:1 KUHP Bulgaria; 
untuk membangun sikap yang patut terhadap aturan hidup bersama/berma-syarakat (rules of social cohabitation); Psl. 52 KUHP Rumania.

Pedoman Pemidanaan
Pertama-tama perlu dikemukakan, bahwa istilah ”pedoman pemidanaan” merupakan suatu istilah yang masih terbuka untuk dikaji ulang, karena bisa mengandung bermacam-macam arti. Istilah itu sangat terkait erat dengan  tujuan dan aturan pemidanaan. Bahkan keseluruhan aturan hukum pidana yang terda-pat di dalam KUHP dan UU lainnya di luar KUHP, pada hakikatnya merupakan pedoman untuk menjatuhkan pidana. 
Penempatan dan penyebutan istilah ”pedoman pemidanaan” di dalam Konsep mengalami beberapa kali perubahan. Dalam Konsep ’67/’68 dan 1972 belum ada pasal tentang ”pedoman pemidanaan”; dalam Konsep ’82/’83, ’87/’88, dan ’91/’92 (s/d Maret 1993) dimunculkan judul ”pedoman pemidanaan”; dalam Konsep ’94, ’97/’98, 2000, dan 2002 tidak dimunculkan judul ”pedoman pemida-naan”, tetapi tetap berada di dalam judul ”pemidanaan” (bersama-sama dengan ”tujuan pemidanaan”); dalam Konsep 2004 s/d 2006 kembali dimunculkan judul ”pedoman pemidanaan” dengan ruang lingkup yang tidak sama dengan Konsep ’91/’92.
Dimunculkannya judul pedoman pemidanaan secara eksplisit, hanya sebagai konsekuensi dari keinginan untuk memberi judul (”heading”) setiap pasal atau kelompok pasal. Jadi, hanya agar ada konsistensi.  Namun dengan diberi judul, memberi kesan yang sempit, karena membatasi ruang lingkupnya, sehing-ga seolah-olah hanya pasal (kelompok pasal) yang diberi judul itu sajalah yang merupakan ”pedoman pemidanaan”, sedang yang lainnya tidak. Misal dengan dipisahkannya pasal tentang ”tujuan pemidanaan” dengan ”pedoman pemidana-an”, seolah-olah tujuan pemidanaan bukan merupakan pedoman pemidanaan. Padahal ”tujuan” itupun memberi arahan/pedoman bagi hakim, sebagaimana pernah dikemukakan oleh Prof. Sudarto. _ Demikian pula halnya dengan keten-tuan tentang ”perubahan/penyesuaian pidana”, ”pedoman penerapan perumusan tunggal/alternatif”, ketentuan mengenai ”pemilihan jenis pidana/tindakan”, kea-daan-keadaan yang dipertimbangkan untuk ”tidak menjatuhkan pidana penjara”, untuk menjatuhkan pidana denda, untuk menerapkan pidana minimal khusus, hal-hal yang harus diperhatikan dalam penjatuhan pidana terhadap anak, dsb., seolah-olah bukan pedoman pemidanaan karena di dalam Konsep tidak berada di bawah judul ”pedoman pemidanaan”. Padahal hal-hal itupun sebenarnya merupakan pedoman pemidanaan. Oleh karena itu, perlu dikaji ulang apakah ”pedoman pemidanaan” perlu disebut secara eksplisit. Dengan memunculkan kata/istilah kunci dalam pasal yang bersangkutan sebagai ”judul”, mungkin juga tidak mengurangi makna/maksudnya, bahwa pasal yang bersangkutan dimak-sudkan sebagai ”pedoman”. Sebagai bahan perbandingan misalnya, di dalam Model Penal Code ada Article 7 yang berjudul ”Authority of Court in Sentencing”, namun di dalamnya jelas mengandung “pedoman pemidanaan”. Demikian pula di dalam beberapa KUHP Asing (lihat di bawah), hanya diberi judul ”General Principles for Prescribing Punishment” atau ”Determination of punishment”, bukan ”Guidance of Sentencing”, namun jelas di dalamnya memuat beberapa pedoman pemidanaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar